Selasa, 03 Maret 2015

Disembunyikan Atau Dipaparkan?

     Kemarin saya bercakap-cakap dengan seseorang yang telah menjadi bayang-bayang di 10 tahun hidup belakangan ini.
Percakapannya terjadi di teras rumah sakit. Ya, karena saya mengalami gangguan kesehatan saya harus menjadikan rumah sakit ini sebagai rumah.Syukurlah rumah sakit ini mempunyai teras yang menyenangkan untuk dijadikan sarana ngobrol. Tapi tentu saja hati dan kondisi saya tidak semenyenangkan suasana teras yang nyaman ini  Maklumlah orang sakit. Suasana hatinya agak mellow. Sedih karena sakit ini bikin merasa diri ini ngga berguna dan merepotkan banyak orang. Kesepian karena ngga ada yang menemani. Soal menemani, bukannya keluarga atau ngga ada yang mau nemani. Saya yang ngusir mereka ketika jam kunjungan usai. Saya sungkan merepotkan orang. Tapi akibat ngga ditemani ini, para suster yang protes karena ketika mereka butuh anggota keluarga untuk mendiskusikan masalah pengobatan, ngga ada wakil keluarga. Saya menjawab protes ini dengan  senyum manis. dan bilang, "saya sudah cukup dewasa koq untuk ambil keputusan untuk diri saya sendiri. Tak perlu lah keluarga". Hehehe.........Hal lain yang bikin para suster "prihatin" karena saya tak berteman di rumah sakit adalah infusan saya yang berdarah terus. Karena saya melakukan banyak hal sendirian, kadang lupa kalau tangan lagi diinfus. Jadilah darah masuk ke selang infus. So, kembali ke teras dan perasaan saya yang mellow dan obrolan saya dengan si  'bayang-bayang". Diskusi kami adalah mengenai ungkapan perasaan. Dia berkeras untuk percaya bahwa tak perlu lah mengungkapkan perasaan dengan kata-kata. Cukup di hati. Paparan kata tidak harus berbanding lurus dengan perasaan hati. Dalam hal ini adalah perasaan kasih sayang atau cinta atau sejenis itulah. Rindu dan cemburu termasuk di dalamnya. Saya tidak sependapat dengan itu. Buat saya penting untuk mengungkapan isi hati selain dengan perbuatan tentunya, harus juga dengan ungkapan kata. Bukankah semua yang di rasa hati masuk melalui indera kita? Termasuk melalui telinga kan?Saya lalu mengajukan pertanyaan, "Bagaimana kita tahu rasa coklat kalau coklat itu ditutup rapat dengan alumunium foil yang tebal?" dan, "Bagaimana kita tahu dalamnya laut kalau laut menolak untuk diukur". Lama dia terdiam sebelum menjawab. Dia memang pandai. Selalu saya kagum pada kecerdasannya. . Tetapi kepandaian nya kali ini, yang dipakai untuk menjawab pertanyaan itu, membuat kagum sekaligus miris. Kagum karena tak berpikir dia bisa menjawab dengan logika yang sulit dibantah. Miris, karena membuat saya merasa sangat kehilangan.........................Percakapannya terjadi di teras rumah sakit. Ya, karena saya mengalami gangguan kesehatan saya harus menjadikan rumah sakit ini sebagai rumah.Syukurlah rumah sakit ini mempunyai teras yang menyenangkan untuk dijadikan sarana ngobrol. Tapi tentu saja hati dan kondisi saya tidak semenyenangkan suasana teras yang nyaman ini  Maklumlah orang sakit. Suasana hatinya agak mellow. Sedih karena sakit ini bikin merasa diri ini ngga berguna dan merepotkan banyak orang. Kesepian karena ngga ada yang menemani. Soal menemani, bukannya keluarga atau ngga ada yang mau nemani. Saya yang ngusir mereka ketika jam kunjungan usai. Saya sungkan merepotkan orang. Tapi akibat ngga ditemani ini, para suster yang protes karena ketika mereka butuh anggota keluarga untuk mendiskusikan masalah pengobatan, ngga ada wakil keluarga. Saya menjawab protes ini dengan  senyum manis. dan bilang, "saya sudah cukup dewasa koq untuk ambil keputusan untuk diri saya sendiri. Tak perlu lah keluarga". Hehehe.........Hal lain yang bikin para suster "prihatin" karena saya tak berteman di rumah sakit adalah infusan saya yang berdarah terus. Karena saya melakukan banyak hal sendirian, kadang lupa kalau tangan lagi diinfus. Jadilah darah masuk ke selang infus. So, kembali ke teras dan perasaan saya yang mellow dan obrolan saya dengan si  'bayang-bayang". Diskusi kami adalah mengenai ungkapan perasaan. Dia berkeras untuk percaya bahwa tak perlu lah mengungkapkan perasaan dengan kata-kata. Cukup di hati. Paparan kata tidak harus berbanding lurus dengan perasaan hati. Dalam hal ini adalah perasaan kasih sayang atau cinta atau sejenis itulah. Rindu dan cemburu termasuk di dalamnya. Saya tidak sependapat dengan itu. Buat saya penting untuk mengungkapan isi hati selain dengan perbuatan tentunya, harus juga dengan ungkapan kata. Bukankah semua yang di rasa hati masuk melalui indera kita? Termasuk melalui telinga kan?Saya lalu mengajukan pertanyaan, "Bagaimana kita tahu rasa coklat kalau coklat itu ditutup rapat dengan alumunium foil yang tebal?" dan, "Bagaimana kita tahu dalamnya laut kalau laut menolak untuk diukur". Lama dia terdiam sebelum menjawab. Dia memang pandai. Selalu saya kagum pada kecerdasannya. . Tetapi kepandaian nya kali ini, yang dipakai untuk menjawab pertanyaan itu, membuat kagum sekaligus miris. Kagum karena tak berpikir dia bisa menjawab dengan logika yang sulit dibantah. Miris, karena membuat saya merasa sangat kehilangan.........................Percakapannya terjadi di teras rumah sakit. Ya, karena saya mengalami gangguan kesehatan saya harus menjadikan rumah sakit ini sebagai rumah.Syukurlah rumah sakit ini mempunyai teras yang menyenangkan untuk dijadikan sarana ngobrol. Tapi tentu saja hati dan kondisi saya tidak semenyenangkan suasana teras yang nyaman ini  Maklumlah orang sakit. Suasana hatinya agak mellow. Sedih karena sakit ini bikin merasa diri ini ngga berguna dan merepotkan banyak orang. Kesepian karena ngga ada yang menemani. Soal menemani, bukannya keluarga atau ngga ada yang mau nemani. Saya yang ngusir mereka ketika jam kunjungan usai. Saya sungkan merepotkan orang. Tapi akibat ngga ditemani ini, para suster yang protes karena ketika mereka butuh anggota keluarga untuk mendiskusikan masalah pengobatan, ngga ada wakil keluarga. Saya menjawab protes ini dengan  senyum manis. dan bilang, "saya sudah cukup dewasa koq untuk ambil keputusan untuk diri saya sendiri. Tak perlu lah keluarga". Hehehe.........Hal lain yang bikin para suster "prihatin" karena saya tak berteman di rumah sakit adalah infusan saya yang berdarah terus. Karena saya melakukan banyak hal sendirian, kadang lupa kalau tangan lagi diinfus. Jadilah darah masuk ke selang infus. So, kembali ke teras dan perasaan saya yang mellow dan obrolan saya dengan si  'bayang-bayang". Diskusi kami adalah mengenai ungkapan perasaan. Dia berkeras untuk percaya bahwa tak perlu lah mengungkapkan perasaan dengan kata-kata. Cukup di hati. Paparan kata tidak harus berbanding lurus dengan perasaan hati. Dalam hal ini adalah perasaan kasih sayang atau cinta atau sejenis itulah. Rindu dan cemburu termasuk di dalamnya. Saya tidak sependapat dengan itu. Buat saya penting untuk mengungkapan isi hati selain dengan perbuatan tentunya, harus juga dengan ungkapan kata. Bukankah semua yang di rasa hati masuk melalui indera kita? Termasuk melalui telinga kan?Saya lalu mengajukan pertanyaan, "Bagaimana kita tahu rasa coklat kalau coklat itu ditutup rapat dengan alumunium foil yang tebal?" dan, "Bagaimana kita tahu dalamnya laut kalau laut menolak untuk diukur". Lama dia terdiam sebelum menjawab. Dia memang cerdas dalam banyak hal. Selalu saya kagum pada kecerdasannya (+selera humornya ;-) ). . Tetapi kepandaian nya kali ini, yang dipakai untuk menjawab pertanyaan itu, membuat kagum sekaligus miris. Kagum karena tak berpikir dia bisa menjawab dengan logika yang sulit dibantah. Miris, karena membuat saya merasa sangat kehilangan......................  

@rsob on Valentine's Day 2015...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar